Dunia tanpa batas. Begitulah fenomena yang
sedang terjadi saat ini. Kecanggihan teknologi, informasi, dan
komunikasi membuat setiap orang di seluruh penjuru dunia bisa terkoneksi
satu sama lain dengan cara yang cukup sederhana.
Dengan adanya arus globalisasi tersebut, persaingan pun semakin
ketat. Pasalnya, kompetitor tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga
sudah lintas negara. Indonesia bahkan sudah mulai memasuki era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku mulai tahun ini.
Menghadapi persaingan tersebut, sumber daya manusia (SDM) unggul
menjadi salah satu kunci supaya tidak kalah saing dengan negara lain.
Rektor Universitas Tarumanagara (Untar), Profesor Ir Roesdiman
Soegiarso, M.Sc, Ph.D mengatakan, terlambat bagi masyarakat Indonesia
baru menyadari adanya persaingan global. Sebab, sebenarnya tanpa MEA
sekalipun sudah banyak orang Indonesia yang berkiprah di negara lain.
"Di bidang hard skill MEA sudah terjadi sejak lama. Banyak orang
hebat bekerja di National University of Singapore (NUS) dan jadi
profesor di sana,"
Roesdiman berpendapat, masyarakat Indonesia terlalu nyaman dalam hal
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Padahal, untuk mampu bersaing
setidaknya harus menguasai tiga bahasa, yaitu bahasa Inggris, Mandarin,
dan Indonesia.
"Sedangkan untuk pengajar bahasa di sekolah, seperti Mandarin saja
masih sulit. Dari fakta itu terbayang sudah belum siapnya masyarakat.
Indonesia itu sebenarnya banyak orang pintar, pertanyaannya ke mana
mereka?" sebutnya.
Pria yang menamatkan studi S-3 nya di Ohio State University Amerika
Serikat (AS) itu mengungkapkan, kebanyakan orang pintar di Indonesia
memilih berkarier di luar negeri. Berdasarkan pengalamannya di AS,
hampir 50 persen orang Indonesia yang sekolah di AS bekerja di sana. Hal
itu disebabkan karena posisi yang lebih menjanjikan ketimbang pulang ke
Indonesia.
"Seandainya mereka pulang ke Tanah Air, mereka memilih jadi pengusaha
bukan jadi profesional. Alasannya karena orangtuanya pengusaha. Memang
data persisnya tidak ada, tetapi itu fakta di lapangan," tuturnya.
Pendidikan tinggi, ucap dia, merupakan salah satu faktor penting
dalam menciptakan SDM handal. Untuk itu, dibutuhkan
universitas-universitas berkelas yang memiliki standar tinggi.
Sayangnya, kampus di Indonesia belum ada yang berhasil masuk dalam
ranking dunia.
"Di dunia masih pada 500 besar. Di Asia yang saya lihat kemarin 10
besar China, Jepang, Singapura, Korea Selatan. Bahkan diperkecil di
kawasan ASEAN Indonesia juga belum masuk. Itu fakta yang terjadi, dan
Untar juga harus kerja keras," imbuhnya.
Roesdiman memaparkan, untuk mengahadapi berbagai tantangan tersebut
masyarakat Indonesia harus mau mengubah pola pikir untuk bisa maju.
Dengan begitu, diharapkan pendidikan akan semakin berkembang dan lebih
baik lagi.
"Pasti bisa tapi butuh waktu lama bukan setahun dua tahun. Dan yang
tak kalah penting adalah menghentikan korupsi. Kita tidak boleh putus
asa," tandasnya
Thursday, March 24, 2016
Tantangan Pendidikan Tinggi Hadapi Persaingan Global
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment