Monday, March 7, 2016

Jumlah Profesor di Indonesia Belum Ideal


Jumlah guru besar atau profesor di Indonesia masih belum ideal, dibandingkan dengan jumlah mahasiswa dan program studi di perguruan tinggi. Padahal guru besar sangat dibutuhkan untuk mengembangkan riset dan ilmu pengetahuan.
Hal itu disampaikan Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof. Samsul Rizal saat mengukuhkan tiga guru besar baru di Gedung AAC Dayan Dawood Unsyiah, baru-baru ini. Berdasarkan data Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, kata Samsul, jumlah guru besar di Indonesia tahun lalu hanya 5.300 orang.
"Padahal jumlah program studi pada seluruh perguruan tinggi di Indonesia mencapai 22 ribu program studi," ujarnya.
Sedangkan mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi Indonesia kini mencapai 6,3 juta mahasiswa.
"Perbandingannya, seorang guru besar di Indonesia harus melayani lebih dari seribu orang mahasiswa,” sebut rektor.
Sementara tiga guru besar Unsyiah dikukuhkan tersebut adalah Prof. Dr. Ilyas Ismail, S.H., M.Hum (Fakultas Hukum), Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc. (Fakultas Pertanian), dan Prof. Dr. Drs. Usman Kasim, M.Ed (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan).
Dengan tambahan tiga profesor, maka jumlah guru besar di Unsyiah sekarang menjadi 44 orang. Ini masih sangat minim, dibanding jumlah mahasiswa Unsyiah mencapai 30 ribuan orang.
Soal guru besar jadi catatan penting tim asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) ketika datang ke Unsyiah tahun lalu.
Dalam sambutannya, rektor menyebutkan, kepakaran ketiga guru besar yang baru dilantik sangat dibutuhkan Indonesia, khususnya Aceh. Menurutnya, kajian Prof. Ilyas sangat unik dan menarik karena berhubungan langsung dengan masyarakat yang mayoritasnya menggantungkan hidup pada lahan pertanian, namun masih terikat dalam bingkai hukum.
Hak garap lahan pertanian merupakan sebuah aturan yang berbicara soal pertanian. Begitu pula dengan keahlian, Prof. Samadi yang berhubungan dengan peternakan. Tinjauan ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan, terutama daging secara nasional.
"Kepakaran Prof. Samadi diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan peternakan di Indonesia," sebutnya.
Sedangkan keahlian Prof. Usman Kasim, sebagai persiapan bagi para sarjana untuk mahir dalam bahasa Inggris. Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris wajib dimiliki semua orang agar siap bersaing di pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dalam kesempatan itu tiap guru besar menyampaikan orasi ilmiah hasil riset dan kajian keilmuannya. Orasi Prof. Ilyas Ismail, berjudul, “Hak Garap sebagai Alternatif Hak atas Tanah dalam Upaya Pemerataan Pengusaha Tanah Pertanian”.
Prof. Samadi memaparkan tentang “Kontribusi Ketahanan Pakan (Feed Security) dan Keamanan Pakan (Feed Safety) Terhadap Program Swasembada Daging Nasional dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”, dan orasi ilmiah Prof. Usman Kasim bertajuk, “The Implementation of TOEFL Score as a Requirement for Script Examination at Syiah Kuala University”

0 komentar:

Post a Comment